I bas tanggal 23 Agustus 2023 GBKP ngalo-ngalo 6 kalak temue si reh i Korea Selatan nari: Cho, Rudia Soonok (Direktur Social Value Management Institute Korea, Prof. Dr. Leem, Jong Han (General Director Social Value Management Institute Korea), Cho, Sejong Ph.D, MBA (Director Head of Research on Social Economy Social Value Management Institute Korea), Pdt. Lee Won Don (Pre
sbyterian Church of Korea), idampingi Pdt. Dr. Suleeman Kyu Dae, Lee Th.D si enggo kurang lebih 30 tahun tading i Indonesia janah ngajar selaku dosen i STT Sriwijaya Palembang ras norana.
Tambah sekalak ahli perbankan i Malaysia (Penang) nari si tergelar Prof. Dr. Lim Mah-Hui, Ph.D (Third World Network).
Temue enda ialo-alo Moderamen GBKP diantarana Ketua Umum Pdt. Krismas Imanta Barus, Sekretaris Umum Pdt. Yunus Bangun, Kabid Koinonia Pdt. Jennie E. br Keliat, Kabid Usaha Dana Pt. Ananta Purba, Kabid Diakonia Pdt. Mestika Ginting ras Sekretaris Biro Oikumene Herawaty br Bangun.
Pepagina ibas tanggal 24 Agustus 2023, ibahan perjumpan tim Korea ras Malaysia nari guna ercakap bage pe erban diskusi ras BPMK si la Pendeta erkiteken paksa si e sangana berlangsung acara Konpen Pendeta i Retreat Center Sukamakmur, bage pe ras pengurus Unit-Unit pelayanen GBKP.
I bas ceramah singkatna Dr. Prof. Lim Mah Hui ngataken: “Kegagalan menjalankan Non-profit institusi biasanya karena tidak ada manajemen yang baik dan konsep yang jelas tentang usaha non-profit itu sendiri. Sebelum memulai sebuah usaha non-profit harus dipikirkan bisnis apa yang bisa mendukung pendanaan terhadap usaha non-profit tersebut. Harus bisa dibedakan antara bisnis dan usaha non-profit. Semua hal yang menyentuh dan berkaitan dengan HAM tidak bisa dijadikan bisnis, terutama untuk bisnis gereja.”
Tole menurut Profesor Lim, Masyarakat harus mengubah cara berpikir, harus lebih memahami dan banyak belajar tentang kemana hidup mau dibawa untuk mengubah struktur sosial masyarakat.
Isu pendidikan dan kesehatan adalah hak dasar manusia, hak untuk mendapat pekerjaan yang baik, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan bukanlah suatu komoditas untuk diperjual belikan. Kesemua sektor itu bukan untuk profit. Apabila salah satu sektor tersebut sudah menjadi profit, misalnya rumah sakit ketika dijadikan sebagagai profit oriented pasti ada harapan semakin banyak orang yang sakit sehingga dapat menghasilkan keuntungan besar. Begitu juga dengan sekolah-sekolah yang dikelola swasta. Dengan demikian nilai-nilai kemanusiaan dan hak azasi manusia akan semakin tergerus.
Sehubungen ras rencana bagepe sura-sura gerejanta GBKP ibas pengelolaan Rumah Sakit Umum Kabanjahe, Professor Lim menegaskan bahwa harus ada usaha lain yang mendukung pembiayaan rumah sakit e, misalna arah CU ntah BPR Pijer Podi Kekelengen si menganut konsep ekonomi kerakyatan. Buat perencanaan yang matang untuk membangun rumah sakit berbasis komunitas, bukan profit institusi.
Konflik antara kaum kapital dengan geraja dapat diminimalisir lewat pengajaran Kristen, fokus Yesus kepada kepentingan masyarakat banyak, bukan kepada profit. Pengajaran gereja sangat jelas, namun bagaimana kita mengimplementasikannya dalam praktek kehidupan. Pengajaran disampaikan sejak dini lewat sekolah minggu.
Menurut Prof. Dr. Leem Jong Han sistem RS dikorea dengan konsep modal besar dan sistem perawatan yang mahal dapat menghasilkan profit yang besar. Sebenarnya rumah sakit tidak diperlukan dengan adanya upaya preventif terhadap hipertensi dan diabetes yang menjadi pemicu utama penyakit lainnya yang lebih parah. Biasanya RS di Korea tidak konsern dengan tindakan preventive dan lebih memilih memberikan perawatan mahal untuk meningkatkan profit bagi rumah sakit itu sendiri.
Rencana GBKP untuk pengembangan RS dengan konsep modern dan holistik perlu ditinjau lebih jauh, apa tujuan yang ingin dicapai, apakah itu untuk profit tanpa memperhatikan aspek HAM. Di Korea Selatan biaya kesehatan sangat tinggi, sehingga masyarakat miskin sulit mendapat akses kesehatan di RS sehingga terjadi ketimpangan. Kredibilitas kepercayaan masyarakat terhadap gereja semakin menurun akibat perhatian gereja terhadap permasalahan sosial kurang.
Misi gereja : Memulihkan komunitas masyarakat untuk saling mendukung, saling perduli. Apabila network masyarakat rusak dampaknya akan luar biasa. Inti yang menyebabkan rusaknya tatanan sosial masyarakat adalah profit. Solidaritas masyarakat, perhatian terhadap yang lemah penting untuk di kembalikan dalam tatanan hidup masyarakat.
Sistem Kapitalis pasar bebas pasti menyebabkan ketimpangan ekonomi dan sosial. Yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Disini peran gereja lebih dituntut. Bagaimana gereja menyikapi persoalan ini dengan mata iman lewat sistem koperasi/kerjasama. Gerakan komunitas koperasi kesehatan untuk mengkounter gerakan rumah sakit komersial lewat lembaga misioner sudah banyak dilakukan di Korea Selatan. Sampai saat ini ada 68 gerakan komunitas kesehatan di Korea Selatan. Dalam gerakan komunitas kesehatan ini pemilik Rumah sakit lokal adalah penduduk setempat. Filsafat/pemahaman bahwa penduduk adalah pemilik RS akibat pengalaman dari RS komersial yang menimbulkan kepercayaan masyarakat memudar, sekalipun RS itu milik gereja. Yang terpenting adalah bagaimana menjadikan pelayanan RS itu mejadi milik masyarakat. Pelayanan RS yang canggih tentu saja membutuhkan modal yang besar untuk mengadakan peralatan yang canggih.
Privatisasi fasilitas kesehatan harus dihindari untuk menekan biaya perawatan medis dan ketimpangan dalam sektor kesehatan.
Dalam diskusi dengan Tim dari Korea Sekretaris Umum Moderamen Pdt. Yunus Bangun mengemukakan tentang hal yang masih menjadi pergumulan besar GBKP dalam rencana pengelolaan Rumah Sakit Umum Kabanjahe kedepannya sehubungan dengan bagaimana menghindari privatisasi RS milik gereja sehingga tidak menjadi profit oriented sementara gereja sendiri masih kesulitan dengan modal dan biaya operasional untuk mengelola RS. Sebenarnya rencana awal GBKP adalah menjadikan Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang merupakan warisan Zending bagi GBKP sebagai Rumah Sakit yang berbasis Diakonia.
Herawaty Bangun, AMd.
Sekretaris Biro Oikumene