Bahasa Indonesia

Masyarakat Desa Rambung Baru Menghadapi Mafia Tanah

Pdt. Imanuel Ginting, S.Th | 28-02-2022

Yayasan Ate Keleng/Parpem GBKP
Advokasi Pendampingan masyarakat korban mafia tanah
Masyarakat Desa Rambung Baru Menghadapi Mafia Tanah
Sejak 2021 Presiden Jokowi secara tegas mengamanatkan untuk memberantas mafia tanah. Presiden secara terbuka menyatakan ketidaksukaannya terhadap praktik-praktik curang yang telah sekelompok orang sehingga merugikan rakyat kecil dan pelaku usaha di negeri ini. Beliau menegaskan agar jajaran aparat Polri untuk tidak ragu-ragu mengusut  para mafia tanah yang ada dan apparat yang terbukti membekingi para mafia tanah. “Kepastian hukum atas tanah yang memberikan keadilan kepada seluruh pihak adalah kepentingan kita Bersama. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan kepastian hukum yang berkeadilan ini,”kata Presiden Jokowi (Berita satu, 22.09.2022 diakses 27.02.2022 jam 14.35).


Situasi yang disampaikan oleh Presiden Jokowi memang telah mengakibatkan banyak korban, baik kepada mantan pejabat, pejabat tinggi dan publim figure/artis terutama kepada masyarakat bawah yang sering sekali tidak memahami modus dan motif yang telah menipu mereka dan menyebabkan terjadinya pengalihan hak dan kepemilikan atas tanah/lahan.

 

Kronologi Sengketa Tanah Antara Masyarakat Desa Rambung Baru Dan PT. N   

Kejadian bermula pada tahun 2017, ketika PT. N mulai membuka lahan. Beberapa luas lahan memang sudah dibeli oleh PT. N dan sedang digarap pada saat itu. Namun ada beberapa tindakan para pekerja yang ikut merusak lahan milik warga yang ada di sekitar lahan milik PT. N. Lahan-lahan yang menurut pengakuan warga belum menjadi hak milik PT. N ikut dibongkar tanamannya. Berulang kali hal ini terjadi dan jalan akhirnya adalah warga diminta untuk mengikhlaskan lahannya dibeli oleh PT. N dirusak dulu, dibeli kemudian. Pakem yang selalu dilakukan hingga pada tahun 2018 sebuah pengrusakan kembali terjadi, dan kali ini menimpa lahan yang lebih luas. 


Seorang ibu tunggal (Anita br Sitepu) harus menelan pil pahit ketika puluhan tanaman duku –yang sudah dalam usia produksi, dirusak dengan cara dibuldoser. Sempat ada demo saat itu namun lagi-lagi karena kurangnya SDM membuat aksi melempem dan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Aksi warga yang sporadis dan gampang dipatahkan itu membuat pihak PT. N semakin menjadi-jadi. Beberapa lahan warga bahkan sengaja ditenggelamkan dan dibuat danau buatan. Hingga saat ini, danau buatan yang telah merendam tanaman warga masih ada. 


Sudah jatuh dan tertimpa tangga, itulah peribahasa yang dapat mewakili keadaan masyarakat Desa Rambung, khususnya lima warga yang pada Oktober Tahun 2020 digugat oleh PT. N Mereka digugat karena memasuki lahan dan merusak properti, padahal berdasarkan pengakuan warga yang digugat tersebut, mereka sama sekali belum pernah menjual lahan mereka. Anita br Sitepu yang pada tahun 2018, tanaman dukunya dirusak, termasuk yang digugat. 

Singkat cerita, sudah lebih dari 10 bulan kelima warga mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Menurut pengakuan mereka, lebih dari Seratus Lima Puluh Juta Rupiah uang sudah habis, baik membayar jasa pengacara juga beberapa wartawan untuk meliput perjalanan mereka. Kini sudah hampir satu bulan lebih sidang putusan selalu ditunda, dan bahkan agenda kembali dimundurkan untuk empat minggu ke depan. 

 

Meski lelah dan tinggal sedikit asa dari warga yang sama sekali buta soal hukum ini, tapi bahkan mereka masih melakukan ‘perlawanan’ untuk meminta BPN Deli Serdang memblokir sertifikat yang sedang bermasalah. Mereka hanya berjalan sendiri tanpa didampingi oleh ahli hukum, karena pihak pengacara yang sebelumnya mendampingi mereka, meminta kontrak jasa yang baru jika berkaitan dengan BPN. Kembali soal materi, dan mereka yang digugat ini sudah mengalami burn out, habis di tenaga, daya dan materi. Dan seperti yang sudah diduga, BPN Deli Serdang selalu menunda-nunda pemblokiran tersebut. 

Tentang Terbentuknya Kelompok Tani Lepar Lau Tengah 
Berawal dari gugatan kepada kelima warga Desa Rambung Baru tersebut, akhirnya timbullah keresahan. Berkas gugatan tersebar ke warga dan di dalam berkas tersebut pihak PT. N mengaku telah membeli lahan seluas 75 hektar dan sertifikat bahkan sudah terbit. Sebagian warga yang memiliki lahan berdekatan dengan kuburan elit tersebut merasa ketakutan, apalagi ketika AJB yang dipaparkan PT. N dalam berkas gugatannya, berisi nama-nama yang asing (tidak dikenal) bagi masyarakat Desa Rambung Baru. Muncul dugaan jika AJB tersebut adalah fiktif, dan kenyataan tersebut semakin membuat resah beberapa warga. Mereka khawatir jika nasib lahan mereka akan seperti lahan yang saat ini sudah hancur akibat tindakan PT. N.  

Oleh karena itu, berkat bantuan Yayasan Ate Keleng (YAK) –yang berada di bawah naungan GBKP, sebanyak 39 warga yang memiliki lahan di sekitar PT. N dipertemukan dengan BAKUMSU. Langkah selanjutnya sesuai arahan BAKUMSU adalah membentuk kelompok legal untuk selanjutnya memberi kuasa kepada BAKUMSU, agar tanah yang diklaim pihak PT. N terlihat jelas. Dalam bahasa sederhananya, jika klaim mereka mengikut sertakan lahan milik warga, maka sudah disepakati akan dilakukan gugatan. Hingga kini, ploting yang dijanjikan BPN belum juga terealisasi. 

 

Pendampingan Yak/Parpem GBKP dan Pendeta Sry Br Ginting (Pendeta Rambung Baru) telah membawa para masyarakat untuk rapat dengar pendapat dengan DPRD-SU, begitu pun dilakukan aksi damai berdemonstrasi ke Poldasu, BPN-SU dan Kejatisu pada Kamis, 24 Feb 2022 bersama BAKUMSU, BITRA dan perwakilan mahasiswa yang perduli dengan masalah mafia tanah yang menyengsarakan masyarakat ini. Para pihak yang disambangi dalam unjuk rasa damai menyatakan dan berjanji bahwa mereka akan meninjau dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat tersebut.  Besar harapan masyarakat melalui gerakan damai ini ada solusi dan penyelesaian yang berkeadilan dan berlandaskan keberpihakan hukum yang tegak dan benar. Biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir-Amos 5:24

(Pdt. Imanuel Kemenangan Ginting, STh Biro Humas dan IT Moderamen GBKP).