ZOOM MEETING OIKOTREE INDONESIA
TEOLOGI KESEIMBANGAN : PERJUANGAN DARI BAWAH
Politik dan bisnis adalah dua diksi yang "meracuni" langit-langit kemanusiaan kita hari-hari ini. Tanda-tanda zaman yang menggempur kehidupan bersama. Kepetingan politik adalah kekuasaan sementara kepiawaian bisnis menjanjikan kelimpahan. Bila keduanya berkelindan, merebaklah keserakahan yang membuahkan relasi kemanusiaan yang timpang. Yang semakin jauh dari keadilan. Di sisi lain, menanggapi tanda-tanda zaman, gereja dipanggil untuk memberlakukan keadilan.
Namun bagaimana sikap gereja menanggapi panggilan iman oikotree? Apakah gereja bersikap kritis terhadap situasi yang tidak manusiawi atau malah ikut-ikutan menikmati surga kemakmuran yang dijanjikan pentas politik dan bisnis? Gereja harus menempatkan keadilan sebagai sentral pelayanannya, bukan meminggirkan nya. Memperkuat kearifan lokal di Papua. Gereja-gereja di Indonesia dalam perjalanan sejarah berada di pentas politik, misalnya HKBP dan GMIM. Dan dalam catatan sejarah banyak gereja yang terkoptasi bisnis politik dan mengabaikan persoalan kemanusiaan. Narsum Hotman siahaan.
Pergolakan gereja besar di Sulawesi Utara dengan umat 1 JT di 7 kabupaten kota, dan luar Minahasa menunjukkan pada tahun 1980 sd 1990 ada kasus di desa M, jemaat sebagai buruh panjat kelapa. Perjuangan mereka pada tahun 2019 berhasil menguasai 100 hektar lahan menjadi milik petani kelapa, juga ada perkebunan cengkeh. Warga R menutup tambang emas PT N. Inilah pengalaman teologi keseimbangan, namun perjuangan warga gereja tidak tercatat sebagai saluran kabar baik. Perjuangan jemaat yang disiksa terpenjara tidak terdokumentasi, juga melawan tambang emas. Gereja ikut politik, bisnis dan kemanusiaan. Kritik terbesar HUT pemuda kantor Gereja tersebut didemo. Ada apa dengan Gereja? Mereka berada dalam kekuatan politik. Susah membedakan mana politik mana gerejawi? Gubernur, Walikota, Bupati sangat berpengaruh di gereja. Pendeta tidak mengkritisi kultural karena takut disingkirkan. Kasus dan banyak masalah tidak terkomunikasikan dengan baik.
Sense of Crisis umat tidak berjalan. Di tahun 2024 Gereja menjadi kekuatan politik penting. Bagaimana membagi suara untuk caleg dari umat? Akan berbahaya bagi Perjuangan arus bawah tidak akan berjalan. Transformasi gereja menyatakan perubahan gerejawi dengan kritik dari Jemaat. Diakonia, rumah sakit, pendidikan dikritisi karena hanya pencitraan. Persaingan di Sinode saling menjegal. Perjuangan dari bawah tidak sampai ke atas.
Pengalaman masyarakat di Kalimantan melawan pengusaha dan penguasa yang selingkuh kekuasaan lahan sawit. Mereka sangat pintar mengelola secara masif lahan sawit. Jemaat hanya buruh dan jika masyarakat melawan pasti kalah. Perusahaan memperkerjakan anak-anak, tapi lahan mereka dikuasai. Gereja intens memperhatikan hal ini dan mendukung upaya penguatan masyarakat. (Pdt. Jhonson Simanjuntak).
Pdt Berty Patty memaparkan bahwa teologia keseimbangan adalah teologia sosial bukan personal dan ritual. Bicara mengangkat kemanusiaan manusia itu sendiri. Menentang ketidakadilan hegemoni dan kekuasaan oligarki penguasa pengusaha. Juga melawan penindasan ketidakadilan di dalam internal Gereja.
Gereja tidak menggarami politik tapi sebaliknya kehilangan suara dan gerakan kenabian oleh kepentingan. Gereja tidak mencari dominasi, tapi pelayanan di tengah masyarakat. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi menyembuhkan dunia. Tidak membawa perpecahan dan ketidakadilan. Gereja jangan jadi organisasi ritual yang kehilangan roh kemanusiaan dan keadilan dan kehilangan substansi.
Nilai harus menjadi faktor perlawanan spiritual dan penindasan misalnya di Afsel, India, Amerika. Nilai agama menjadi nilai perjuangan. Bahasa agama sering dikoptasi kekuatan ekonomi, politik sehingga ketakutan dan tidak tahu berbuat apa lagi.
Bagian dunia menemukan teologi pembebasan dan menampilkan rejim demokrasi, teologi rakyat, teologi kerbau, teologi dalit di luar kasta. Apa kabar Indonesia? Menjawab panggilan keadilan. HKBP 90 konflik dengan kekuasaan. Bagaimana ke depan? Proses lembaga di tengah masyarakat Paul Tillich menyatakan teologi gagal karena menjadi bagian kapitalisme di Amerika Latin. Umat mengatakan Tuhan sudah mati karena membiarkan kotbah imam hari Minggu, tapi mencambuk buruh pada hari lain. Itulah kegagalannya. Teologi pembebasan menjadi kontra hegemoni yang luar biasa. Gereja bagian dari masyarakat sipil, bukan institusi politik. Bagaimana bisa terjadi seorang pendeta membasuh kaki seorang calon bupati?
Hotman Siahaan dalam responnya mengatakan bahwa demokrasi mengalami kerusakan dan hancur sedemikian rupa oleh kapitalisa
si modal semata. Dalam berpolitik orang mengijon. Jurgen Habermas mengatakan ada 3 aktor ; dunia sosial budaya, modal dan pasar serta negara. Kekuatan ini harusnya seimbang oleh hukum. Tapi negara dan modal menjadi kolonisasi kesejahteraan. Masyarakat tidak bisa berbuat banyak. Demokrasi liberatif harus ada keseimbangan dengan kesadaran ruang publik. Nalar menjadi kekuatan utama sehingga kekuasaan harus melewati diskursus klaim kebenaran otentisitas dan moralitas. Kita sudah tidak punya ruang diskusi, dan gereja menjadi bagian negara dan modal. Kalau ini terjadi kolonisasi keagamaan. Hanya gereja menganggap tahu ayat kejemaatnya. Degradasi luar biasa dan tidak lagi reflektif bagi penderitaan dan kehausan spiritual, yang ada penjualan ayat-ayat tanpa pemberdayaan umat.
Amartia Zen institusi harus memperkuat aktor jemaat bisa mewuudkan pilihan dalam kepentingan hidupnya. Pembangunan pembebasan substantif. Human capability yang harus dibangun merespon peluang. Semakin kecil peluang, semakin sempit pilihan. Jangan sampai disorientasi budaya karena kerusakan lingkungannya, misalnya Meratus. Bagaimana Gereja hadir dalam persoalan masyarakat, jangan abai pusat pencerahan manusia.
Gereja jangan sibuk kegiatan internal tidak berdampak ke eksternalnya dan mencegah ketergantungan. Hotman siahaan. Keterbelakangan produk kapitalis global yang mengorbankan masyarakat lokal dan menghancurkan ekosistemnya. Ketergantungan budaya, tekhnologi, ekonomi terus terjadi. Kurikulum STT perlu diperbaharui agar lebih kontekstual untuk kemampuan pusat reflektif perjuangan tantangan masyarakat.
Bagaimana kekuatan negara mengontrol gereja, dan yang melawan tersingkir, tapi konsisten. Bagaimana hal ini dioperasionalkan? Demokrasi liberatif jangan dibajak demokrasi prosedural oligarki. Kekuatan politik juga tidak membebaskan di saat sekarang.
Orang kaya siap jadi ATM sepanjang gereja tidak meributi mereka. Gereja jangan terjebak teologia ego-sentris, ego-filia. Persoalan yang dihadapi gereja adalah panggilan mengusahakan keadilan. Kesadaran harus terus dibangun. Gereja mengusahakan kesejahteraan dan kedamaian. Komunikasi perjuangan sering tidak disuarakan. Arus bawah tidak berdaya dan bersuara. Teologi arus bawah sudah lama diperjuangkan tapi terlupakan. Gereja harus sadar memperbaiki diri sendiri dan terhindar dari kematian atau menjadi penjajahan umat. Persoalan kemanusiaan menunggu Gereja untuk memperbaiki status kehidupan mereka.
Pdt. Saut Sirait mengingatkan betapa susah membuat kata-kata yang lebih faktual di saat sekarang ini. Tujuan pengumpulan uang dalam konsep Paulus hanya untuk membantu orang miskin. Persembahan hanyalah untuk orang-orang miskin. Pengorganisiran modal untuk orang miskin. Selingkuh kekuasaan di Amerika latin, dibanding pemimpin agama saat ini di Indonesia cenderung terjadi. Masalah kita tidak punya sambutan. Yang kritis dituduh kiri. Adakah dari mimbar kotbah imam kata adil dan rakyat muncul? Sangat sepi! Gereja terasing dari persoalan kemanusiaan dan keadilan untuk orang miskin. Gereja tidak melihat persoalan di luar dirinya. Itulah konten para imam saat ini.
Dari pemaparan peserta dari wilayah Timur terungkap bahwa perjuangan yang sukar di daerah timur. Konteks gereja harus terus berjuang kadang di luar struktur organisasi. Kaum awam harus sadar. Perlu dibangun konsep teologi yang baru dengan keberanian yang luar biasa untuk memperjuangkan hal itu.
Pdt. Imanuel Kemenangan Ginting, STh (Biro Humas dan IT Moderamen GBKP)